PENGUMUMAN

UTS untuk mata kuliah Teknik Komunikasi dan Negosiasi berlangsung sesuai jadwal pada Tanggal 2 April 2019 jam 16.30 - 16.00. Ujian dijawab secara online, namun tetap di dalam kelas pada periode waktu di atas untuk memenuhi ketentuan pembelajaran tatap muka STIA LAN Makassar. 

Untuk itu bagi yang sudah TERLANJUR MENGERJAKAN di luar periode waktu di atas, tetap berkewajiban datang ke kelas dan mengerjakannya kembali sesuai jadwal.

Dosen: Dr. Frida Chairunisa, M.Si.

 

Catatan hari ini akan saya isi dengan beberapa perilaku yang konsisten diperagakan oleh masyarakat Jepang di berbagai tempat dan aktivitas. Membungkuk sebagai bentuk penghormatan sudah lumrah diketahui. Olehnya itu saya ingin fokus ke beberapa perilaku yang mungkin belum diketahui atau belum disadari tetapi dapat dirasakan ketika berinteraksi dengan mereka. 

Naik Eskalator Menyisakan Ruang di Baris Kanan

Di mall, di stasiun subway, di kantor-kantor atau dimanapun ketikan mereka naik eskalator, mereka hanya menggunakan satu baris dan merapat ke sisi kiri eskalator. Dengan demikian, ketika ada orang lain yang terburu-buru dapat leluasa menggunakan sisi kanan yang kosong. Ini adalah refleksi dari mental saling menghargai yang patut kita contoh.

Kasir Menyerahkan kantong Belanjaan dengan dua tangan

Perilaku lain yang saya amati adalah para kasir ketika menyerahkan kantong barang belanjaan maka dilakukan dengan menyerahkan jinjingannya menggunakan dua tangan sambil mengucapkan terima kasih dan tersenyum. Jika hal ini hanya terjadi sekali atau dua kali maka tentu akan luput dari perhatian saya. Tetapi sudah menjadi bagian dari budaya sopan santun dalam pelayanan mereka.

Seatbelt di bus harus dikenakan oleh sopir dan semua penumpang

Ketika naik bus di Jepang maka semua penumpang wajib pakai seatbelt. Hal ini sangat kontrast dengan kebiasaan kita di Indonesia, dimana sopir maupun penumpang tidak peduli dengan alat keselamatan ini. Sopir biasanya buru-buru pasang seatbelt ketika melihat di depan ada polisi. Makino san, Koordinator pelatihan JICE yang sekaligus menjadi tour guide ketika kita dalam perjalanan setiap kali harus mengingatkan kami untuk mengenakan seatbelt. Bukti bahwa budaya keselamatan berlalu lintas yang satu ini belum terbentuk. Sebagai ilustrasi pula, dalam suatu perjalanan darat untuk mengikuti upacara ulang tahun sebuah kabupaten, sopir saya meminta izin untuk tidak menggunakan seatbelt. Meskipun saya tetap meminta dia mengenakannya, tetapi saya tanyakan pula alasannya mau membuka seatbelt. Jawabnya, “mengganggu pak”.

Namun yang mengherankan di krete api Shinkansen yang kecepatannya mencapai 300 kilometer per jam, tidak disediakan seatbelt. Jawabannya bisa saya reka. Kereta api modern ini sangat lembut jalannya dan nyaris tidak ada sentakan atau getaran, sehingga seatbelt tidak diperlukan. Yang juga mengherankan adalah diperbolehkannya kita mengkonsumsi makanan kecil selama perjaanan dalam bus. Di negara lain, singapura dan philippines yang saya ketahui, hal tersebut tidak diperbolehkan.

 Masih ada beberapa perilaku lain yang patut di contoh, tetapi akan disampaikan di hari keenam. Beberapa contoh perilaku masyarakat jepang di atas jika diamalkan oleh kita maka sesungguhnya kita sudah melakukan revolusi mental.